Adab-Adab Ketika Bertemu

Penulis: Ustadz Hafizh Abdul Rohman, Lc. hafizhahullah

Islam merupakan pedoman hidup yang sempurna dan menyeluruh. Dalam ajarannya, bukan hanya terdapat aturan mengenai akidah dan ibadah, namun terdapat juga petunjuk tentang etika, moralitas, dan tata cara berinteraksi dengan sesama manusia dan alam semesta.

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dapat kita saksikan dengan mudah, manusia membuat beragam kegiatan agar mereka bisa saling berjumpa dan berkumpul. Seperti acara halal bihalal, acara reuni, pesta pernikahan, dan lain sebagainya, namun banyak orang yang tidak mengetahui batasan-batasan yang harus dijaga dalam pertemuan tersebut.

Interaksi sosial yang tidak didasari oleh aturan yang benar dapat berpotensi menyebabkan konflik. Oleh sebab itulah dalam Islam, pedoman yang mencakup etika, moralitas, dan tata cara berinteraksi dengan sesama manusia dianggap menjadi hal yang sangat penting.

Dalam kesempatan yang singkat kali ini, penulis ingin membawakan beberapa adab islami yang berkaitan dengan etika pertemuan sebagai berikut:

  1. Mengucapkan salam saat berjumpa

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

حَقُّ الْمُسْلِمِ علَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسولَ اللهِ؟ قالَ: إذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وإذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ…

“Hak seorang Muslim yang harus ditunaikan oleh Muslim lainnya itu ada enam. Para Sahabat bertanya: “Apa saja enam hak tersebut wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mengucapkan salam saat bertemu, menghadiri undangan…”[1]
  1. Saling berjabat tangan

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah dua orang Muslim bertemu lalu berjabat tangan kecuali Allah akan memberi ampunan kepada keduanya sebelum mereka berpisah”.[2]
  1. Tidak berjabat tangan atau menyentuh wanita yang bukan mahram.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidak pernah berjabat tangan dengan wanita yang tidak halal baginya, bahkan beliau pun melarang hal itu. Ketika para wanita Anshar ingin membaiat Nabi shallallahu’alaihi wasallam, maka beliau mencukupkan dengan ucapan saja, padahal baiat biasanya dilakukan sambil berjabat tangan, jika dilakukan oleh laki-laki.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ

“Aku tidak berjabat tangan dengan wanita”.[3]

Para wanita hanya boleh bersentuhan dan berjabat tangan dengan mahramnya saja, maka setiap Muslim wajib mengetahui siapa saja mahram mereka. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan”.[4]

Berikut ini adalah rincian mahram yang wajib diketahui oleh setiap Muslim:[5]

  1. Mahram Karena Nasab (Keluarga)
  • Ayah
    Termasuk dalam kategori bapak yang merupakan mahram bagi wanita adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari ibu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahram
  • Anak laki-laki
    Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahram.
  • Saudara laki-laki
    Baik saudara laki-laki kandung maupun saudara sebapak ataupun seibu saja.
  • Paman
    Baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu.
  1. Mahram Karena Persusuan
  • Bapak persusuan (suami ibu susu)
    Termasuk mahram juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka ke atas.
  • Anak laki-laki dari ibu susu
    Termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka.
  • Saudara laki-laki sepersusuan
    Baik dia saudara susu kandung, sebapak, maupun hanya seibu.
  • Keponakan persusuan (anak saudara persusuan)
    Baik anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka.
  • Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu)
  1. Mahram Karena Pernikahan (Mushoharoh).
  • Suami
  • Ayah Mertua (Ayah Suami)
    Mencakup ayah suami atau bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka ke atas.
  • Anak Tiri (Anak suami dari istri lain)
    Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka.
  • Menantu Laki-Laki (Suami putri kandung).
  1. Tidak saling memandang antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

قُل لِّلمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّواْ مِنْ أَبْصَٰرِهِمْ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandanganya”.
(QS. Ali Imran [3]: 102)

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya”.
(QS. Ali Imran [3]: 103)
  1. Tidak berdua-duaan dan bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melarang para wanita ikhthilath (bercampur baur) dengan laki-laki di jalan, dengan berdesak-desakan atau berjalan bersama-sama,

اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ

“Minggirlah wahai para wanita, karena sesungguhnya kalian tidak boleh berjalan di tengah, namun hendaklah kalian berjalan di pinggir”. Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya”.[6]

Referensi:

[1] HR. Muslim, no. 2162
[2] Shahih, HR. Abu Dawud, no. 5212
[3] Shahih, HR. An-Nasai, no. 4181
[4] Al-Mughni 6/555
[5] Diringkas dari: ttps://almanhaj.or.id/83-mahram-bagi-wanita.html
[6] Hasan, HR. Abu Dawud, no. 5272

Dikutip dari: