AGAMA HAWA NAFSU
Oleh : Ustadz Beni Sarbeni, Lc
Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzhahullah berkata: “Siapa saja yang mengikuti hawa nafsu maka lambat laun dia akan keluar dari agamanya, awalnya dia hanya sebatas bermudah-mudahan dalam penyimpangan dan mengikuti hawa nafsu
Kemudian semakin besar sampai-sampai dia keluar dari agama, maka agamanya adalah hawa nafsunya.
Hal itu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala:
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. [QS. Al-Jatsiyah (45): 23]. [Ithaful Qari 1/71]
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas, beliau berkata:
Pernahkah kamu melihat orang yang tersesat, yakni orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan, apa yang diinginkannya ia lakukan tanpa mempertimbangkan apakah Allah meridhainya atau membencinya.
Allah membiarkannya tersesat, karena Allah tahu bahwa dia tidak layak mendapatkan hidayah, Allah mengunci mati pendengarannya sehingga tidak bisa mendengarkan hal yang bermanfaat, Allah mengunci mati hatinya sehingga tidak bisa memahami kebaikan, dan Allah tutup pandangannya sehingga tidak bisa melihat kebenaran
Maka tidak seorang pun mampu memberikan petunjuk kepadanya setelah Allah menutup seluruh pintu hidayah dan membukakan untuknya pintu kesesatan.
Allah tidak berlaku zhalim kepadanya, akan tetapi dia sendiri yang mendzhalimi dirinya dan melakukan sebab tertutupnya rahmat Allah.
Maka kenapa kalian tidak mengambil pelajaran, yakni hal-hal yang bermanfaat lalu kamu lakukan, dan hal-hal yang madharat lalu kamu tinggalkan. [Tafsir as-Sa’di 1/777]