“Sungguh Celaka Orang Itu!”
Oleh: Ustadz Luthfi Abdurrouf, Lc. hafizhahullah
رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ. قِيلَ : مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ , قَالَ : مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ
Sungguh celaka orang itu, celaka orang itu, celaka orang itu!” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa itu?” Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Orang yang celaka adalah orang yang mendapati keduanya masih hidup, atau salah satu darinya, tapi dia masuk neraka (karenanya)”.[1]
Setelah semakin dekatnya dengan akhir bulan Ramadhan, masyarakat Indonesia khususnya memiliki kebiasaan yang mengandung kebaikan di dalamnya, yang sering disebut dengan “Mudik” atau “Pulang kampung” untuk berkumpul bersama keluarga besarnya.
Yang mereka lakukan adalah merajut tali silaturrahmi terkhusus kepada orang tuanya. Ayah dan ibu yang masih ada namun sudah mulai lanjut usia. Sedangkan mereka jauh dari keduanya karena tuntutan harta. Inilah kebaikan yang diajarkan oleh Islam, yaitu “Berbakti kepada orang tua”.
Namun ada sedikit kemirisan yang sering terjadi. Mereka berbakti hanya di momen-momen tertentu, mereka tidak sempat melakukan itu di setiap waktu karena alasan-alasan tertentu.
Maka kewajiban kita harus terus berbakti kepada orang tua, baik masih ada atau sudah tiada. Dengan berbagai cara dan upaya. Jangan hanya menunggu momen-momen tertentu saja.
Durhaka kepada orang tua termasuk dosa terbesar setelah kesyirikan
Janganlah kita menjadi orang yang celaka dan janganlah kita menjadi anak yang durhaka. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ. قِيلَ : مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ , قَالَ : مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ
“Sungguh celaka orang itu, celaka orang itu, celaka orang itu!” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa itu?” Rasul shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Orang yang celaka adalah orang yang mendapati keduanya masih hidup, atau salah satu darinya, tapi dia masuk neraka (karenanya)”.
Beberapa faidah dari hadits:
- Nabi shallallahu’alaihi wasallam mendoakan kejelekan bagi orang yang durhaka kepada orang tua.
Ini menjadi dalil haramnya durhaka (uquq walidain), dan menjadi dalil akan wajibnya berbakti (birrul walidain). Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”. (QS. Al-Isra [17]: 23)
Bahkan durhaka kepada orang tua termasuk dosa terbesar setelah kesyirikan. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
أَلاَ أُنَبِّئُكُم بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلاَثًا قُلْنَا : بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ : أَلأِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ، وَشَهَادَةُ الزُّوُرِ
“Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Para Shahabat berkata, ‘Baiklah, ya Rasulullah’, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, serta camkanlah, saksi palsu dan perkataan bohong”.[2]
Di antara bentuk durhaka (uquq walidain) adalah :
- Berucap atau berbuat sesuatu yang membuat orang tua sedih dan sakit hati.
- Membentak atau menghardik kedua orang tua.
- Pelit, tidak mempedulikan orang tuanya bahkan lebih mementingkan yang lain.
- Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua. Terlebih saat bertemu nanti pada momen lebaran, jangan sampai menunjukkan kepadanya akan permasalahan-permasalahan yang sedang kita hadapi.
Dan masih banyak lagi bentuk durhaka.
- Berbakti jalan terbesar untuk meraih surga dan terbebas dari neraka.
- Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua. Dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.
Terkhusus bagi kita yang masih menjumpai orang tuanya dalam keadaan hidup. Inilah kunci kesuksesan urusan dunia dan akhirat kita.
Dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu’anhuma ia berkata,
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua”.[3]
- Berbakti selamanya, terkhusus pada usia tua.
Di dalam hadits disebutkan ketika masa tua, inilah bentuk penekanan berbakti pada masa itu, karena mereka sudah semakin lemah dan membutuhkan kasih sayang kita. Sebagaimana dahulu kita diasuh saat kecil. Salah satu bentuk berbakti terbaik kepada orang tua kita adalah “Menjadi anak yang sholeh/sholehah”.
Semoga kita menjadi orang yang selalu berbakti kepada orang tua.
[1] Takhrij Hadits: Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah
(HR. Imam Muslim nomor 2551)
[2] Hadits Riwayat Bukhari nomor 2654, dan Muslim nomor 87
[3] Adabul Mufrod nomor 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada Shahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu’alaihi wasallam