Oleh : Ustadz Fadli M. Iskandar
“Apakah kamu mau mencium kepalaku dan aku akan membebaskanmu?” tanya sang Raja Romawi. Abdullah pun menjawab, “(Apakah dengan balasan) kamu melepaskan seluruh tawanan kaum muslimin?”
Abdullah berkata, aku berkata dalam hatiku, “Musuh Allah, aku akan mencium keningnya, lalu aku bebas, demikian juga seluruh tawanan kaum muslimin, tidak mengapa aku lakukan hal itu.”
Petikan dialog diatas terjadi setelah Raja Romawi tersebut menawari salah seorang sahabat Nabi, yaitu Abdullah bin Hudzafah, untuk masuk agama nasrani, namun ia menolak dengan tegas, “Mana mungkin! Kematian seribu kali lebih aku sukai daripada memenuhi ajakanmu itu.” [1]
Demikianlah diantara percikan ketinggian adab islam, kemuliaan yang diakui kawan dan lawan, bahkan dalam kondisi perang pun islam mengajarkan menjunjung ketinggian adab ini, bagaimana tidak, sedangkan Nabi Muhammad telah mengajarkan umatnya untuk berbuat baik sekalipun kepada hewan dalam penyembelihan. [2]
DIANTARA HAL YANG DIBOLEHKAN BAGI MUSLIM DALAM BERMUAMALAH DENGAN ORANG KAFIR
- Dibolehkan menjawab salam mereka [3]
Adapun memulai ucapan salam kepada mereka, maka hal tersebut dilarang oleh Nabi kita. [4]
- Boleh menerima hadiah dari kafir dan memberikan hadiah kepada mereka
Sebagaimana Nabi menerima daging kambing dari wanita Yahudi, beliau pun menerima hadiah menerima baghlah dari raja Ailah. Umar bin Khattab pun radhiallahu anhu memberi hadiah baju kepada saudaranya yang masih musyrik semasa di Mekah. [5]
- Berjual beli dengan kafir, sewa menyewa dan semisalnya, terkecuali jika mereka termasuk jenis kafir harbiy(yang memerangi kaum muslimin)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
“Nabi ﷺ pernah membeli makanan dari orang Yahudi secara tidak tunai (berutang), lalu beliau ﷺ memberikan gadaian berupa baju besi.” [6]
- Mendoakan kafir yang masih hidup dengan hidayah, namun tidak boleh mendoakan kafir atau atau munafiq yang diketahui mati diatas kekufurannya
Nabi ﷺ pernah berdoa agar islam ditolong dengan salah satu dari dua tokoh pada saat itu, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah seorang dari dua Umar, (yakni) Abu Jahal Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab.”
5, 6. Memakan sembelihan orang kafir dari kalangan Ahli Kitab saja, tidak dari kafir lainnya selain Ahli Kitab. Serta dibolehkannya menikahi wanita kitabiyah.[7]
- Menjenguk orang kafir
- Berdebat dengan kafir dengan cara yang paling baik, dalam rangka menegakan hujjah dan membantah penyimpangan
Sebagaimana perdebatan Nabi ﷺ dengan kaum Nasrani dari negeri Najran.
- Memperlakukan tawanan dari kaum kafir dengan baik
- Mengadakan perjanjian dengan kaum kafir dan memenuhi isi perjanjian tesebut [8]
- Membalas doa mereka dengan yang semisal
- Berbuat baik kepada orangtua yang kafir
Sebagaimana sikap sopan Nabi Ibrahim kepada ayahnya yang kafir, demikian juga pemebolehan Nabi ﷺ bagi asma binti Abi Bakr yang meminta izin bersilaturrahim kepada ibunya yang masih kafir.[9]
- Menyeru dan memanggil orang kafir dengan panggilan yang sopan
Sebagaimana tercantum dalam surat Rasulullah ﷺ kepada Kaisar Heraklius raja Romawi [10] dan Kisra Persia.
BATASAN BERMU’AMALAH DENGAN ORANG KAFIR
Allah Ta’ala memang membolehan berbuat baik, sekalipun kepada orang kafir,
لاّ يَنْهَاكُمُ اللّهُ عَنِ الّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرّوهُمْ وَتُقْسِطُوَاْ إِلَيْهِمْ …
”Allah tiada melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. …” [QS. Al-Mumtahanah : 8].
Namun ayat di atas sama sekali tidak mengandung pengertian kecintaan kepada salah seorang kafir, sebagaimana anggapan keliru dari sebagian orang. Akan tetapi ayat tersebut hanyalah merupakan rukhshash (keringanan) dari Allah dalam hal hubungan dan muamalah keduniaan dengan orang-orang kafir secara baik dan penuh kebajikan, sebagai balasan atas kebaikan yang telah mereka lakukan kepada kita.
DIANTARA HAL YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN DALAM BERMUAMALAH DENGAN KAUM KAFIR
1,2. Mencintai mereka dengan kadar yang melebihi kecintaan yang bersifat tabiat manusiawi , dan terlarangnya mengangkat mereka sebagai pemimpin. [11]
Dikarenakan kecintaan mempunyai konsekuensi berupa pembolehan untuk menjadikan mereka teman dekat, pemimpin, penolong, mempercayakan amanah kepada mereka, dan yang lainnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Orang yang wajib untuk dibenci dan dimusuhi secara totalitas tanpa adanya kecintaan dan loyalitas, adalah orang-orang yang betul-betul ingkar dari kalangan orang-orang kafir, musyrik, munafiq, murtad, atheis, dan zindiq.
Adapun kecintaan yang bersifat naluri, seperti kecintaan Nabi Ibrahim kepada ayahnya yang kafir, kecintaan Nabi kepada pamannya yang kafir, atau kecintaan seorang muslim kepada isterinya dari ahli kitab dikarenakan kecantikannya, maka hal tersebut tidaklah telarang.
Maka mencium kening orang kafir, seperti pendeta Nasrani, adalah perkara yang haram secara mutlak dan disepakati keharamannya.
- Mencela sesembahan-sesembahan orang kafir
Dikarenakan mereka nanti akan balik memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan [12]
- Menyerupai mereka dalam perkara yang merupakan kekhukhusan mereka,
Tidak boleh menyerupai mereka, dalam perkara yang merupakan kekhhususan dan identitas mereka, termasuk dalam pakaian khas, cara makan dan minum. Maka dilarang juga mengikuti mereka dalam mengagungkan orang shalih dengan pujian yang berlebihan, sebagaimana pujian kaum Nasrani terhadap Isa bin Maryam.
- Mengucapkan selamat atas hari raya mereka
Termasuk juga memberikan pertolongan dan menampakan kebahagiaan dalam hal itu.
- Pernikahan dengan orang kafir
Kecuali seorang muslim yang menikahi wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani), namun bukan sebaliknya, maka hal ini dibolehkan,.
7,8. Bergembira atas kekalahan kaum muslimin dari kaum kafir, sebaliknya malah bersedih dengan kemenangan kaum mu’minin atas kaum kafir. Serta menolong orang kafir dengan perkara yang mengakibatkan kehancuran kaum muslimin, seperti berkhianat dengan membocorkan rahasia kaum mu’minin.
Bahkan kedua hal ini adalah merupakan perkara yang dapat membatalkan keislaman.
- Menzhalimi mereka
Allah mengharamkan kezhaliman, termasuk kezhaliman terhadap orang kafir, terlebih juga dikarenakan tidak adanya penghalang dari dikabulkannya doa orang yang terzhalimi .[13]
[1] Siyar A’lam an-Nubala (2/15)
[2] Lihat HR. Muslim (1955).
[3] Lihat HR. Bukhari (no. 6258), Muslim (no.2163).
[4] lihat HR. Muslim (no. 2167).
[5] Lihat HR. Bukhari (no. 886)
[6] HR. Bukhari (no. 2068) dan Muslim, no. 1603).
[7] Lihat QS. Al-Maidah ayat …
[8] Lihat Piagam Madinah dan Perjanjian Hudaibiyah.
[9] Lihat HR. Al-Bukhari (no. 2620) Dari Asmaa’ bintu Abi Bakr radliyallaahu ‘anhumaa.
[10] Lihat HR. al-Bukhari (no.6) dari Ibnu Abbas.
[11] Lihat QS. Al-Mujaadilah : 22
[12] Lihat QS. Al-An’am: 108.
[13] Rasulullah ﷺ bersabda,
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
“Hati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, meskipun ia orang kafir. Sesungguhnya tak ada penghalang baginya.” (Musnad Ahmad, no. 12571), ath-Thabaroni dalam ad-Du’a (1321), dihasankan oleh Syakh al-Albani dalam Shahhih al-Jami (119).