Pendidikan Anak (bag.2)

pembahasan sebelumnya baca disini

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDIDIKAN ANAK (Bag. 2)

Oleh : Ustadz Beni Sarbeni, Lc

Karena hidayah hanya milik Allah Ta’ala, maka banyaklah berdo’a

Jika kita telah meyakini bahwa petunjuk hanya milik Allah subahanahu wa ta’ala, dan orang-orang yang dilindungi hanyalah orang yang dilindungi oleh Allah subahanahu wa ta’ala

Maka menghadaplah kepada Allah subahanahu wa ta’ala dengan penuh harap agar Dia menjadikan keturunan kita baik dan penuh dengan keberkahan, agar Dia menjaganya dari segala macam mara bahaya

Dan agar Dia menjaga mereka dari tipu daya setan dari kalangan manusia maupun jin, demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang shalih.

Inilah Hamba-hamba ar-Rahman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Al-Furqan [25]: 74)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas:

“Jika kita melihat keadaan dan sifat mereka (Ibadur Rahman), kita akan dapati diantara semangat mereka yang tinggi bahwa, mereka tidak benar-benar bahagia sehingga mereka melihat keluarga mereka pun taat kepada Allah, berilmu dan beramal.

Demikianah, sebagaimana hal itu merupakan do’a untuk kebaikan keluarga dan keturunan, maka itu pun – sejatinya – do’a untuk kebaikan mereka, karena kemanfaatannya pun kembali kepada mereka, karena itulah kalimat do’anya “anugrahkanlah kepada kami” 

Bahkan manfaat do’anya itu kembali kepada kaum muslimin secara umum, karena kebaikan keluarga menjadi kebaikan orang-orang yang terkait dengan mereka nantinya”.[1]

Ayat di atas mengajarkan hal yang sangat penting bagi kita bahwa, berdo’a dan berharap agar diberikan anak-anak shalih adalah semangat para hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang Nabi Zakaria:

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (Ali Imran [3]: 38)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

“Ketika Zakaria ‘alaihis salaam melihat bahwa Allah memberikan rizki kepada Maryam buah-buahan musim dingin padahal waktu itu musim panas, demikian pula buah-buahan musim panas padahal waktu itu musim dingin

Ketika itu Zakaria sangat berharap mendapatkan seorang anak, walaupun dia seorang yang sudah tua, lemah dan tulang pun telah rapuh, rambut sudah penuh dengan uban, bahkan istrinya pun sudah tua dan mandul

Kendati demikian beliau meminta kepada Rabb-Nya dengan seruan yang sangat pelan seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”.[2]

Apa yang dilakukan oleh Nabi Zakaria mengajarkan hal penting kepada kita, yakni jangan pernah putus asa, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepada kita anak-anak yang shalih.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang orang yang telah mencapai umur empat puluh tahun:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Al-Ahqaf [46]: 15).

Inilah do’a orang yang sudah matang cara berfikirnya,

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Dan dia telah mencapai usia empat puluh tahun, yakni ketika akal dan pemahamannya telah sempurna, juga kesabarannya. Dikatakan bahwa, biasanya seseorang tidak berubah dari sifatnya pada usia empat puluh tahun”.[3]

Maka do’akanlah anak-anak kita dengan kebaikan dunia dan akhirat, demikianlah yang dilakukan oleh baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mendo’akan secara khusus untuk Hasan dan yang lainnya.

Sebaliknya Islam melarang mendo’akan anak-anak kita dengan keburukan, diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari shahabat Jabir, seseorang berkata kepada untanya:

شَأْ لَعَنَكَ اللَّهُفَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم– « مَنْ هَذَا اللاَّعِنُ بَعِيرَهُ ». قَالَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « انْزِلْ عَنْهُ فَلاَ تَصْحَبْنَا بِمَلْعُونٍ لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ ».

“Cepat! semoga Allah melaknatmu,” lalu Rasulullah berkata: “Siapakah yang telah melaknat untanya?” dia berkata: “Aku wahai Rasulullah,” Rasulullah berkata: “Turunlah dari unta tersebut, janganlah kamu menyertakan kami dengan sesuatu yang terlaknat, janganlah kalian mendo’akan buruk kepada diri kalian sendiri, janganlah kalian mendo’akan buruk kepada anak-anak kalian, dan janganlah kalian mendo’akan buruk kepada harta kalian. Janganlah kalian melakukannya (karena dikhawatirkan) tepat pada waktu dimana permohonan kepada Allah akan dikabulkan sehingga pada akhirnya do’a kalian itu pun dikabulkan.” (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:

“Hadits di atas menunjukan bahwa, do’a orang yang marah terkadang dikabulkan ketika tepat pada waktu dikabulkannya do’a, juga menunjukan larangan berdo’a buruk atas diri sendiri, keluarga, dan harta ketika marah”.[4]

Berdo’alah, karena Allah subhanahu wa ta’ala mencintai hamba-Nya yang berdo’a:

Allah subhanahu wa ta’ala sangat senang hamba-Nya yang berdo’a, bahkan sebaliknya marah kepada hamba yang tidak berdo’a kepada-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Gafir [40]: 60).

Nabi pun shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَسْأَل اللَّه يَغْضَبْ عَلَيْهِ

“Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, maka Allah marah kepada-Nya”. (Hasan, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad)

Terkait dengan adab do’a, silahkan baca kitab-kitab yang membahas do’a secara khusus.

bersambung…


Catatan kaki:

[1] Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, karya Syaikh as-Sa’di, hal: 587 – cetakan Muassasah ar-Risalah, tahun 1420 H.

[2] Tafsir al-Qur’anil Azhim, karya Imam Ibnu Katsir 2/ 37 – cetakan Dar Thaibah cetakan kedua tahun 1420 H.

[3] Tafsir al-Qur’anil Azhim, karya Imam Ibnu Katsir 7/ 280 – cetakan Dar Thaibah cetakan kedua tahun 1420 H.

[4] Jami’ul Ulum wal Hikam karya Imam Ibnu Rajab, 1/ 373 – cetakan Muassasah ar-Risalah, cetakan ketujuh 2001