Penulis: Ustadz Beni Sarbeni, Lc., M.Pd. hafizhahullah
Tiga Landasan Utama #2
Alhamdulillah, dengan taufik dari Allah kami bisa menghadirkan kembali artikel lanjutan dari syarah kitab para Ulama.
Para pembaca yang semoga dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, adapun pada artikel yang telah lalu (Tiga Landasan Utama #1) telah diulas kepada para pembaca sekalian “Tentang Buku” Tiga Landasan Utama.
Insya Allah pada kesempatan kali ini, ada dua faidah penting yang ingin saya sampaikan:
- Penulisan “Basmalah” di awal kitab.
- Tentang kalimat penulis, “Semoga Allah merahmatimu”[1].
Pertama:
Penulis mengawali kitabnya dengan Basmalah karena mengikuti Al-Qur’an, karena di setiap pembuka Surat di dalam Al-Qur’an senantiasa diawali dengan Basmalah, kecuali dengan satu Surat yaitu Surat At-Taubah, demikian pula mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau senantiasa mengawali suratnya dengan menyebut nama Allah.
Kita ambil contoh, misalnya surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada pembesar Persia berikut ini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى كِسْرَى عَظِيمِ فَارِسَ
“(Dengan menyebut nama Allah). Dari Muhammad Rasulullah untuk pembesar Persia”.[2]
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
اتَّفَقُوا عَلَى كَتْبِ ” بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ ” فِي أَوَّلِ الْكُتُبِ وَالرَّسَائِلِ
“Para Ulama bersepakat untuk menuliskan (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ) di awal kitab dan surat-surat”.[3]
Dan makna basmalah adalah memohon pertolongan kepada Allah dengan tawassul pada seluruh nama dan sifat Allah robbul’alamin.
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullahu ta’ala berkata:
“Oleh karena itu, orang yang tidak mengawali tulisan dan surat-suratnya dengan basmalah, mereka meninggalkan Sunnah Nabi dan tidak mengikuti gaya Al-Qur’an, dengan sebab itu (bisa jadi) tulisan dan surat mereka tidak mengandung keberkahan dan faidah”.[4]
Kedua:
Selanjutnya penulis mengatakan (اِعْلَمْ رَحِمَكَ الله) “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu”.
Ungkapan tersebut disebut kalimat Talaththuf (kalimat lembut untuk mengambil hati) sekaligus do’a di dalamnya agar Allah senantiasa merahmatinya, dan setiap kemudahan yang Allah berikan adalah bagian dari rahmat Allah robbul’alamin.
Demikianlah semestinya suasana yang dibangun di majelis ilmu, yakni kasih sayang dan saling mengasihi antara guru dan murid, dan antara semua komponen pendidikan. Dahulu para Ulama senantiasa menjadikan hadits berikut sebagai hadits pertama yang disampaikan kepada murid mereka:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang yang senantiasa menyayangi akan disayangi oleh Allah, kasihilah penghuni bumi niscaya yang di langit akan menyayangi kalian”.[5]
Karena itulah hadits ini dikenal dengan sebutan “Al-Musalsal bil Awwaliyyah” (hadits yang senantiasa disampaikan pertama kali oleh guru kepada muridnya).
Para pembaca yang semoga dimuliakan oleh Allah robbul’alamin, demikianlah dua faidah yang telah saya sampaikan, semoga bisa dipahami dengan baik dan tentunya bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Referensi:
- [1] Lihat Muqaddimah Tsalatsatul Ushul Karya Syaikh Muhammad At-Tamimi
- [2] As-Sairah an-Nabawiyah karya Imam Ibnu Katsir 3/ 508.
- [3] Tafsir al-Qurthubi 13/ 193.
- [4] Syarah Tsalatsaul Ushul karya Syaikh al-Fauzan, hal: 12, cetakan Muassasah ar-Risalah.
- [5] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya.
Dikutip dari: