IMAN KEPADA ALLAH #1
Oleh: DR. Ahmad bin Abdurrahman Al-Qaadhi
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang utuh (tanpa ada keraguan) terhadap keberadaan Allah, dan meyakini bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu, yang berhak diibadahi, tiada yang berhak diibadahi selain Dia, dan meyakini bahwa Allah disifati dengan sifat yang sempurna, suci dari sifat-sifat yang buruk.
Cakupan iman kepada Allah
Iman kepada Allah mencakup 4 hal berikut:
Pertama: iman kepada keberadaan Allah.
Keberadaan Allah adalah sebenar-benarnya kebenaran:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلۡبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj [22]: 62)
Meragukan keberadaan Allah adalah kedustaan dan pengingkaran:
ۚقَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِى ٱللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى
“Berkata Rasul-Rasul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?’.” (QS. Ibrahim [14]: 10)
Mengingkari keberadaan Allah adalah kesombongan, kezaliman dan kekufuran:
قَالَ لَقَدۡ عَلِمۡتَ مَآ أَنزَلَ هَٰٓؤُلَآءِ إِلَّا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَٰفِرۡعَوۡنُ مَثۡبُورٗا
“Musa menjawab: ‘Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa’.” (QS. Al Isra [17]: 102)
قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣ قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ ٢٤ قَالَ لِمَنۡ حَوۡلَهُۥٓ أَلَا تَسۡتَمِعُونَ ٢٥ قَالَ رَبُّكُمۡ وَرَبُّ ءَابَآئِكُمُ ٱلۡأَوَّلِينَ ٢٦ قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ ٱلَّذِيٓ أُرۡسِلَ إِلَيۡكُمۡ لَمَجۡنُونٌ ٢٧ قَالَ رَبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ ٢٨ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ ٢٩
“Fir’aun bertanya: ‘Siapa Tuhan semesta alam itu?’. Musa menjawab: ‘Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya’. Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya: ‘Apakah kamu tidak mendengarkan?’. Musa berkata (pula): ‘Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu’. Fir’aun berkata: ‘Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila’. Musa berkata: ‘Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal’. Fir’aun berkata: ‘Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan’.” (QS. Asy-Syu’ara [42]: 23-29)
Dalil-dalil yang menunjukkan keberadaan Allah adalah:
1. Fitrah saliimah (pembawaan yang bersih)
Fitrah yang bersih adalah bawaan manusia sebagaimana ia diciptakan oleh Allah sebelum melalui proses pengajaran.
Allah Ta’ala berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS. Ar-Rum [30]: 30)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tidak satupun anak manusia yang dilahirkan, kecuali ia dilahirkan di atas fitrah (Islam), kemudian orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا وَهُوَ عَلَى الْمِلَّةِ
“Tidak ada satupun anak yang dilahirkan, kecuali ia berada di atas millah (agama Islam).”
Dalam riwayat lain dari Muslim dikatakan:
إِلَّا عَلَى هَذِهِ الْمِلَّةِ، حَتَّى يُبِينَ عَنْهُ لِسَانُهُ
“Kecuali ia berada di atas Millah ini (agama Islam), sampai ia mengungkapkannya dengan lisannya.”
Dalam riwayat lainnya dari Muslim, juga disebutkan:
لَيْسَ مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى هَذِهِ الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعَبِّرَ عَنْهُ لِسَانُهُ
“Tidak ada satupun anak yang dilahirkan kecuali ia berada di atas fitrah (agama islam) ini, sampai ia mengucapkannya dengan lisannya.” (HR. Al-Bukhari (1385), Muslim (2685) dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu)
Setiap makhluk tetap berada di atas fitrah asalnya, dalam dirinya terdapat keimanan terhadap keberadaan Allah, kecuali ada sesuatu yang merusak fitrahnya itu.
Allah berfirman dalam hadits Qudsi:
وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ
“Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus semuanya, mereka didatangi oleh setan lalu disesatkan dari agama mereka.” (HR. Muslim, no. 28)
Bisa saja fitrah itu tertutupi oleh dinding syubhat dan syahwat, namun fitrah itu muncul kembali sebagaimana asalnya padaa saat menghadapi keadaan sulit dan berat.
Allah berfirman:
فَإِذَا رَكِبُواْ فِي ٱلۡفُلۡكِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut [29]: 65)
2. Akal yang bersih.
Yakni akal yang bersih dari syubhat (kerancuan) dan syahwat, ia memastikan bahwa semua makhluk itu pasti ada penciptanya; karena tidak mungkin ia muncul begitu saja tanpa ada yang menciptakan; dan tidak mungkin pula makhluk itu masing-masing menciptakan dirinya sendiri, karena sesuatu yang tidak ada, tidak mungkin dapat memunculkan sesuatu! Maka harus ada pencipta yang membuat seuatu menjadi ada, Dialah Allah yang mahasuci.
Saat Jubair bin Muth’im mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menebus tawanan perang Badar -saat itu ia masih musyrik-, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Ath-Thur ketika shalat maghrib, ketika sampai pada ayat:
أَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ ٣٤ أَمۡ خَلَقُواْ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ ٣٥ أَمۡ عِندَهُمۡ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمۡ هُمُ ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ ٣٦
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa? (QS. Ath-Thur [52]: 34-37)
Ia berkata: “Hampir saja hatiku terbang” -(HR. Al-Bukhari. No. 3050, 4023 dan 3854)-, itu adalah awal mula iman masuk ke dalam hatinya.
Seorang orator arab jahiliyah, Qus bin Saa’idah Al-Iidi telah berdalil dengan akal yang tegas, ia berkata:
!البَعَرَةُ تَدُلُّ عَلَى الْبَعِيْرِ، وَالْأَثَرُ يَدُلُّ عَلَى الْمَسِيْرِ، فَسَمَاءٌ ذاتُ أَبْرَاجٍ، وَأَرْضٌ ذَاتُ فِجَاجٍ، أَفَلَا تَدلُّ عَلَى العَلَيِّ الْخَبِيْرِ
“Kotoran unta itu menunjukkan kepada adanya unta, jejak kaki menunjukkan kepada adanya perjalanan, langit memiliki bintang-bintang, bumi memiliki jalan-jalan yang luas, tidakkah itu menunjukkan adanya Allah yang mahatinggi dan maha mengetahui?!”
3. Hal yang dapat diindrai
Allah berfirman:
سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.” (QS. Fussilat [41]: 53)
Ada banyak macamnya, di antaranya adalah: tanda-tanda kenabian, karamah para wali dan orang-orang saleh, dan diijabahnya doa orang-orang yang berdoa.
Allah berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam:
فَدَعَا رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَغۡلُوبٌ فَٱنتَصِرۡ ١٠ فَفَتَحۡنَآ أَبۡوَٰبَ ٱلسَّمَآءِ بِمَآءٖ مُّنۡهَمِرٖ ١١ وَفَجَّرۡنَا ٱلۡأَرۡضَ عُيُونٗا فَٱلۡتَقَى ٱلۡمَآءُ عَلَىٰٓ أَمۡرٖ قَدۡ قُدِرَ ١٢ وَحَمَلۡنَٰهُ عَلَىٰ ذَاتِ أَلۡوَٰحٖ وَدُسُرٖ ١٣ تَجۡرِي بِأَعۡيُنِنَا جَزَآءٗ لِّمَن كَانَ كُفِرَ ١٤
“Maka dia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku)’. Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh).” (Qs. Al-Qamar [54]: 10-14)
Hal yang serupa juga dialami oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu:
“Ada seorang laki-laki yang masuk masjid pada hari Jum’at dari pintu yang searah dengan Daarul Qadha, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri sedang menyampaikan khutbah. Kemudian laki-laki itu segera menghadap ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan pun telah terputus. Karena itu, berdo’alah kepada Allah agar menurunkan hujan’. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a:
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami.”
Anas berkata, “‘Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat mendung maupun gumpalan awan sedikitpun di langit, juga tidak ada di antara kami ataupun di antara gunung, meski satu rumah maupun tempat tinggal’. Ia berkata, ‘Maka datanglah dari arah belakangnya segumpalan awan yang menyerupai sebuah perisai. Setelah memenuhi langit, awan tersebut menyebar lalu turunlah hujan’. Ia berkata, ‘Demi Allah kami tidak dapat melihat matahari kala itu selama sepekan’.
Ia berkata, ‘Kemudian ada seorang laki-laki yang masuk melalui pintu tersebut pada hari Jum’at selanjutnya, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbah, maka ia menghampiri beliau dengan berdiri dan mengatakan, Wahai Rasulullah, harta benda kami telah lenyap dan jalan-jalan pun sudah buntu, maka berdo’alah kepada Allah supaya Dia menjaganya bagi kami’. Ia mengatakan, ‘Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya lalu berdo’a’:
اللَّهُمَّ حَوْلَنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah! Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah! Berilah hujan ke daratan tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.”
“Maka hujan pun reda, lalu kami keluar berjalan di bawah sinar matahari.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tanda-tanda para Rasul. Diijabahnya doa orang yang berdoa, orang yang kekeringan diberikan hujan adalah dalil-dalil yang dapat diindrai, diketahui oleh orang-orang, dalil-dalil itu menjadi bukti adanya yang mengutus para Rasul, yang mendengar doa mereka, yang menurunkan hujan kepada mereka, mahasuci Allah, ini adalah persaksian yang yakin.
4. Dalil syari’ yang shahih:
Ia adalah dalil dari kitab dan sunnah. Allah berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa [4]: 82)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُم بُرْهَٰنٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An-Nisa [4]: 174)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus [10]: 57)
أَوَ لَمۡ يَكۡفِهِمۡ أَنَّآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ يُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحۡمَةٗ وَذِكۡرَىٰ لِقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ
“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ankabut [29]: 51)
Apa yang tercantum dalam Al-Quran yang agung, berupa kabar gaib yang pasti, akidah-akidah yang benar, syari’at-syari’at yang adil, akhlak-akhlak yang baik, itu menunjukkan bahwa semuanya berasal dari Allah, tidak mungkin dari selain-Nya dari makhluk-makhluknya.
Oleh karena itu, sebetulnya tidak ada satu pun keturunan bani Adam yang mengingkari keberadaan Allah, hanya saja ada kelompok-kelompok ateis yang berlagak mengingkari keberadaan Allah, baik dahulu maupun saat ini.
Diterjemahkan oleh Ustadz Hafizh Abdul Rohman, Lc. (Abu Ayman) dari kitab:
Al-‘aqiidah al-muyassarah minal kitaabil ‘aziiz was sunnah al-muthahharah