Penulis: Ustadz Luthfi Abdurrouf, Lc. hafizhahullah
Lisan, Jangan Sembarangan!
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:”مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ، أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Dari Sahl bin Sa’d dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.
Takhrij Hadits:
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (no. 6474) dalam bab “Hifdzul Lisan” (Menjaga Lisan).
Pendahuluan:
Saudaraku, lisan (mulut) merupakan kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Maka dari itu, kewajiban kita sebagai hamba Allah adalah mensyukurinya. Dan salah satu bentuk rasa syukur itu, yaitu dengan menggunakan lisan tersebut di dalam ketaatan kepada Allah semata. Tidaklah terucap dari lisan tersebut melainkan yang Haq (benar).
Penjelasan Ringkas:
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjamin Surga bagi mereka yang dapat menjaga lisan dan kemaluannya. Mereka gunakan hanya dalam ketaatan dan kebenaran. Sungguh keutamaan yang sangat mulia. Siapa yang tidak tergiur dengannya.
Pada pembahasan kali ini, kami fokuskan hanya bagi mereka yang dapat menjaga lisannya. Bisa mengontrol lisannya. Bisa berfikir sebelum berucap.
Perhatikan dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,
“مَنْ يَضْمَنْ لِي”
“Barangsiapa dapat menjamin bagiku”
Maknanya adalah “Barangsiapa yang dapat menunaikan haq lisan dan dapat menepati untuk meninggalkan kemaksiatan dengan lisannya”.[1] Barulah mereka berhak untuk mendapatkan keutamaan tersebut.
Merupakan haq lisan adalah berkata baik atau diam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”.[2]
Jangan sampai lisan ini kita gunakan untuk mengucapkan hal yang tidak Allah ridhai. Walaupun itu dalam aktifitas kebaikan. Misalkan, kita sedang menasehati saudara Muslim lainnya, namun menggunakan sesuatu yang tidak kita ilmui atau serampangan dalam menyampaikan ilmu tersebut. Maka lebih baik ia diam.
Terlebih lagi, bagi mereka yang menggunakan lisan ini dalam perkatan-perkataan yang keji dan kotor, seperti menghina, merendahkan saudara Muslim atau berdusta. Jangan sampai hal-hal tersebut terlontar dari lisan-lisan orang yang bertakwa.
Bukankah Allah ‘azza wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.
(QS. Al-Ahzab [33]: 70)
Kita harus sadar, bahwasanya setiap apa yang terucapkan akan tercatat dan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah ‘azza wajalla kelak. Jangan sampai kita merevisi atau melakukan klarifikasi atas kesalahan yang terucap.
Fikirkan baik-baik apa yang ingin lisan kita ucapkan.
Allah ‘azza wajalla berfirman:
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”.
(QS. Qaf [50]: 17-18)
Jangan sampai lisan kita membuat sebuah fitnah, kegaduhan di antara manusia atau bahkan melukai sesama Muslim. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan akan seorang Muslim yang ideal, beliau bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.[3]
Pengaruh lisan begitu besar, maka gunakanlah sebijak mungkin. Sadar dengan apa yang ingin terucap. Gapailah kecintaan Allah bahkan Surga-Nya dengan lisan kita.
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban al-Busti berkata:
“Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika ia hendak berbicara, maka ia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka ia akan berbicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka ia akan diam. Adapun sebaliknya, orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Ia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lisannya berarti tidak paham terhadap agamanya”.[4]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam Neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”.[5]
Jangan sampai diri kita tergelincir ke dalam Neraka Allah hanya disebabkan oleh lisan. Ketika Rasulullah berwasiat kepada Muadz dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam Neraka selain dari buah lisannya ?”.[6]
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadits ini mengatakan:
“Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang menanam sesuatu yang jelek dari ucapan maupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”.[7]
Beliau juga berkata dalam kitab yang sama:
“Hal ini menunjukkan bahwa menjaga lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan pangkal segala kebaikan. Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu menguasai, mengontrol dan mengatur semua urusannya”.[8]
Faidah
- Menjaga lisan bisa memasukan seseorang kedalam surga.
- Berfikir terlebih dahulu sebelum berucap.
- Semua yang kita ucapkan akan dipertanggung jawabkan.
- Buah dari ucapan lisan bisa membawa kebaikan atau keburukan.
Referensi:
[1] Imam ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari ketika menjelaskan hadits tersebut jilid 8/309.
[2] HR. Bukhari 6475 dan Muslim 74
[3] HR. Bukhari 10
[4] Dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal 47
[5] HR. Muslim 2988
[6] HR At-Tirmidzi no. 2616
[7] Dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (2/147)
[8] Dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (2/146)
Dikutip dari:
Majalah Belajar Islam Edisi 04 – Dzulqa’dah 1445H: 10 Hari Paling Allah Cintai