Manhaj Golongan yang Selamat – (Bagian Kedua)

MANHAJ (CARA BERAGAMA) GOLONGAN YANG SELAMAT

(Bagian kedua)

Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Penerjemah : Ustadz Muhammad Hilman al-Fiqhy

6. Golongan yang selamat (Al-Firqah An-Naajiyah) tidak fanatik, kecuali terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang ma’sum (dijaga oleh Allah dari kesalahan), yang tidak berkata-kata berdasarkan  selera pribadinya.

Adapun manusia lain selain beliau, walaupun tinggi derajatnya; terkadang terjerumus pada kesalahan. Karena Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-  bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Semua anak Adam (umat manusia) pasti melakukan kesalahan. Akan tetapi, sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang  taubat (dari kesalahannya. -pent.).” (HR. Ahmad, hadits hasan).

Imam Malik –rahimahullah- berkata: “Tidak ada seorang pun melainkan perkataannya ada yang diambil dan ada yang ditinggalkan, kecuali Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”

7. Golongan yang selamat (Al-Firqah An-Naajiyah) adalah Ahli Hadits yang mana Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda tentang mereka:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ

“Akan senantiasa ada sekelompok kecil dari umatku yang tampil di atas kebenaran, tidak akan membahayakan mereka siapa pun yang merendahkan mereka sampai datang keputusan Allah (hari kiamat –pent.).” (HR. Muslim).

Seorang penyair berkata:

“Ahli Hadits, mereka adalah ahli (keluarga) Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Mereka tidak menyertai Nabi, namun mereka menyertai setiap nafas (hadits)nya.”

8. Golongan yang selamat (Al-Firqah An-Naajiyah) menghormati para Imam mujtahid dan tidak fanatik kepada salah satu dari mereka, tetapi mengambil fiqih dari Al Quran dan Hadits-hadits shahih serta dari semua pendapat para Imam mujtahid yang sesuai dengan hadits shahih.

Sikap inilah yang sebenarnya sesuai dengan perkataan-perkataan para Imam Mujtahid tersebut, tatkala mereka berwasiat kepada para pengikut mereka, agar mereka mengambil hadits shahih dan meninggalkan semua pendapat yang menyelisihi hadits shahih tersebut.

9. Golongan yang selamat (Al-Firqah An-Naajiyah) mengajak kepada kebaikkan dan mencegah dari kejelekkan (baca: Amar ma’ruf nahi munkar).

Maka mereka mengingkari cara-cara bid’ah dalam beragama, mengingkari kelompok-kelompok perusak yang memecah belah umat dan melakukan ajaran-ajaran baru dalam agama, serta jauh dari Sunnah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya.

10. Golongan yang selamat (Al-Firqah An-Naajiyah) berdakwah kepada kaum muslimin agar mereka berpegang teguh kepada Sunnah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para Sahabatnya sehingga ditetapkan kemenangan bagi mereka dan masuk Surga dengan karunia dari Allah dan Syafa’at Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- .

11. Golongan yang selamat (Al-Firqah An-Naajiyah) mengingkari perundang-undangan buatan manusia yang menyelisihi hukum Islam, dan mereka akan mengajak agar berhukum dengan kitab Allah (Al Quran) yang Dia turunkan kepada manusia demi kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat.

Allah yang Mahasuci dan Mahatinggi lebih mengetahui apa yang maslahat bagi umat manusia. Kitab Al Quran itu kokoh dan hukum-hukumnya tidak akan pernah berubah sampai kapan pun dan cocok diterapkan  sepanjang zaman.

Sesungguhnya penyebab penderitaan dan kehinaan di seluruh dunia secara umum, dan negeri-negeri Islam secara khusus, adalah karena mereka meninggalkan berhukum dengan Kitab Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Tidak ada kemuliaan bagi kaum Muslimin kecuali dengan kembali kepada nilai-nilai Islam, baik individunya, masyarakat, maupun pemerintahan mereka. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“….Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” [Ar Ra’d: 11]

12. Golongan yang selamat menyeru seluruh kaum Muslimin untuk berjihad di jalan Allah.

Jihad itu wajib bagi setiap Muslim sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya. Dan jihad tersebut adalah bisa berupa:

a. Jihad dengan lisan dan pena, yaitu: dengan mendakwahi kaum muslimin atau yang lainnya untuk berpegang teguh kepada Islam yang benar, Tauhid yang bersih dari kemusyrikan yang telah tersebar di kebanyakan negeri Islam,

yang mana Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun telah mengabarkan bahwasannya hal tersebut akan terjadi. Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ، وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي الأَوْثَانَ

“Tidak akan tegak hari Kiamat sampai ada kabilah-kabilah dari umatku yang bergabung dengan kaum Musyrikin dan sampai ada kabilah-kabilah dari umatku yang menyembah berhala.” (HR. Abu Daud, hadits Shahih. Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Muslim).

b. Jihad dengan harta, yaitu: dengan cara berinfak untuk membantu penyebaran Islam, percetakan buku-buku yang mendakwahkan Islam dengan metode yang benar,

dan bisa juga dengan membagikan harta kepada orang-orang lemah yang hati mereka sedang dibina agar kokoh di atas Islam, serta bisa juga dengan memproduksi atau membeli persenjataan, perlengkapan-perlengkapan militer para mujahidin,

dan hal lain yang mereka butuhkan seperti makanan, pakaian, dan sebagainya.

c. Jihad dengan jiwa, yakni: dengan berperang dan bergabung dalam pertempuran-pertempuran untuk memperjuangkan Islam; agar kalimat Allah (Laa ilaaha illallaah) menjadi yang tertingi dan kalimat orang-orang Kafir menjadi terhina.

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang mulia telah mengisyaratkan pada jenis-jenis jihad tersebut, Beliau bersabda:

جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ

“Berjihadlah melawan orang-orang Musyrikin dengan harta-harta kalian, jiwa-jiwa kalian, dan lisan-lisan kalian!” (HR. Abu Daud, hadits shahih).

Hukum Jihad fii sabiilillaah (di jalan Allah) bermacam-macam, yaitu:

1. Fardhu ‘Ain (wajib bagi seluruh individu muslim), adalah tatkala melawan musuh yang menyerang bagian negeri kaum Muslimin, seperti: wilayah Palestina yang dirampas oleh para penjahat Yahudi.

Maka kaum Muslimin yang mampu mengusir mereka berdosa bila tidak bertindak semampu mereka, baik dengan harta maupun jiwa, sampai mengusir Kaum Yahudi tersebut dari Palestina dan mengembalikan Masjid Al-Aqsho kepada kaum muslimin.

2. Fardhu Kifaayaah, yakni: apabila telah ada sebagian kaum Muslimin yang melaksanakan kewajiban jihad ini maka gugurlah kewajiban bagi kaum muslimin lainnya.

Jihad ini bisa dalam bentuk menyebarkan dakwah Islam ke seluruh negeri-negeri sampai mereka berhukum dengan Islam. Dan siapa pun yang menghalangi jalan dakwah ini maka akan diperangi supaya dakwah ini dapat terlaksana.

Sumber : Kitab Manhaj Al-Firqah An-Naajiyah wa Ath-Thaa’ifah Al-Manshuurah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Pengajar di Daarul Hadiits Al Khairiyyah, Mekah Al Mukarramah.