Penulis: Ustadz M. Abdulrohman, Lc. hafizhahullah

Memuliakan Bulan Haram

Allah ‘azza wa jalla berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثنَا عَشَرَ شَهرًا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَومَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرضَ مِنهَآ أَربَعَةٌ حُرُمٌۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلقَيِّمُۚ فَلَا تَظلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۚ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu”. (QS. At-Taubah [9]: 36)

Allah ‘azza wa jalla dengan kehendak dan hikmah-Nya telah memilih beberapa waktu dan melebihkannya dari yang lain, di antara yang Allah lebihkan dan muliakan adalah bulan-bulan haram. Kita diperintahkan untuk memuliakan serta mengagungkannya, sebagaimana yang Allah nyatakan pada ayat di atas.

Lalu apa yang dimaksud dengan bulan haram? apa saja bulan tersebut? Dan bagaimana bentuk pengagungan terhadapnya? Berikut penjelasannya:

  • Tafsir Ayat di Atas:

Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan di dalam Lauhul Mahfuzh pada waktu penciptaan langit dan bumi bahwa jumlah bulan dalam setahun adalah dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan haram, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab, sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُوْ القَعْدَةِ، وَذُوْ الحِجَّةِ، وَالـمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِيْ بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, satu tahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat (bulan) haram, tiga berturut-turut: (yaitu) Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab mudhar yang ada di antara Jumādā (akhir) dan Sya’ban”.[1]

Hal tersebut yaitu jumlah bulan dalam setahun dan empat bulan haram di dalamnya merupakan ajaran agama yang lurus. Dan Allah subhanahu wata’ala melarang para hamba-Nya untuk melanggar kehormatan bulan haram dengan melakukan peperangan dan berbagai macam kezhaliman di dalamnya.[2]

  • Sebab Penamaan Bulan Haram:

Syaikh Abdurrahman bin Nāshir As-Sa’di rahimahullah berkata tentang hal ini,

(Empat bulan haram) yaitu Rajab Al-Fard (yang terpisah dari 3 bulan haram yang lainnya), Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dinamakan dengan bulan haram karena kehormatannya yang lebih dan diharamkannya perang di dalamnya.[3]

  • Dosa Keburukan Pada Bulan Haram:

Amalan keburukan yang dilakukan di bulan-bulan haram dosanya lebih besar dari amalan keburukan yang dilakukan di bulan-bulan selainnya. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang hal ini di dalam tafsirnya,

(Amalan keburukan yang dilakukan di bulan-bulan haram) itu lebih besar dan jelas dosanya dari pada bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemaksiatan yang dilakukan di tanah haram (suci) itu dilipatgandakan (lebih besar dosanya), berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

وَمَن يُرِدْ فِيْهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ

“Dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih”. (QS. Al-Hajj [22]: 25)

Begitu juga bulan haram, dosa keburukan di dalamnya lebih berat.[4]

  • Awal dari Rangkaian Bulan Haram dan Keistimewaannya:

Di antara bulan yang menjadi awal dari rangkaian bulan haram (berturut-turut) adalah bulan Dzulqa’dah, bulan yang penuh kesucian dan keagungan, di dalamnya terdapat keistimewaan, selain ia adalah sebagai bulan haram, yang mana kemaksiatan di dalamnya itu dosanya lebih besar, dan amal kebajikan di dalamnya itu pahalanya pun lebih besar, ia juga merupakan salah satu bulan Haji.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُوْمَٰتٌ

“(Musim) Haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi”. (QS. Al-Baqarah [2]: 197)

Dan juga Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

 أَشْهُرُ الحَجِّ: شَوَّالٌ، وَذُو القَعْدَةِ، وَعَشْرٌ مِنْ ذِي الحِجَّةِ

“Bulan-Bulan Haji adalah: Syawwal, Dzulqa’dah, dan 10 (hari pertama) dari (bulan) Dzulhijjah”.[5]

Di antara keistimewaannya juga, Umrah di bulan ini merupakan sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam, karena semua Umrah yang beliau kerjakan dilaksanakan di bulan Dzulqa’dah, kecuali Umrah beliau yang beriringan dengan Haji. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

اِعْتَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلُّهُنَّ فِيْ ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِيْ كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melaksanakan Umrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah, kecuali umrah yang beliau laksanakan bersama Haji beliau”.[6]

Marilah kita senantiasa menjaga ketakwaan di bulan ini dan bulan-bulan selanjutnya. Jadikanlah kesucian dan kehormatan bulan ini sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki rasa hormat dan patuh akan perintah-perintah serta larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita sebagai salah satu hamba-Nya yang senantiasa menghormati ketetapan-ketetapan dan syari’at Allah serta Rasul-Nya.


Referensi:

[1] HR. Bukhari, no. 4662 dan Muslim, no. 1679
[2] Dirangkum dari Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Qurtubi
[3] Tafsir As-Sa’di, hal. 336
[4] Tafsir Ibnu Katsir 4/148
[5] HR. Bukhari, no. 1560
[6] HR. Bukhari, no. 3833

Dikutip dari:

Sumber Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *