Kaidah Ketiga: Pokok Istiqamah Adalah Istiqamahnya Hati

HomeArtikel BIS

Kaidah Ketiga: Pokok Istiqamah Adalah Istiqamahnya Hati

KAIDAH KETIGA: POKOK ISTIQAMAH ADALAH ISTIQAMAHNYA HATI Oleh: Syaikh 'Abdurrazzaaq bin 'Abdul Muhsin Al-Badr Imam Ahmad rahimahullah meriwayatka

Kaidah Kesembilan: Penghalang Keistiqamahan Adalah Syubhat yang Menyesatkan dan Syahwat yang Membinasakan
Mukadimah 10 Kaidah Untuk Meraih Istiqamah
Orang-Orang Musyrik Jahiliyyah Hanya Bertawassul dan Minta Syafaat kepada Sembahan Mereka

KAIDAH KETIGA: POKOK ISTIQAMAH ADALAH ISTIQAMAHNYA HATI

Oleh: Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan1 dari hadits Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:

لاَ يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ

“Tidak akan pernah istiqamah keimanan seorang hamba sampai hatinya ikut istiqamah.”

Oleh karena itu pokok dari keistiqamahan adalah istiqamahnya hati, maka apabila kondisi hati baik dan istiqamah maka tubuhpun akan mengikutinya.

Alhafidz ibnu Rajab rahimahullah berkata:

فَأَصْلُ الْإِسْتِقَامَةِ اِسْتِقَامَةُ الْقَلْبِ عَلَى التَّوْحِيْدِ

“Pokok dari keistiqamahan adalah istiqamahnya hati diatas tauhid.”

Sebagimana Abu Bakar Ash-Shiddiq semoga Allah meridhoinya ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا … (30)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah (meneguhkan pendirian mereka)….” (QS. Fushilat [41]: 30)

Mereka itu adalah orang-orang yang tidak berpaling kepada selain Allah.

Maka ketika hati tetap istiqamah dalam mengenal Allah, merasa takut, mengagungkanNya, memuliakanNya, mencintaiNya, menginginkanNya, mengharapkanNya, berdoa kepadaNya, bertawakkal kepadaNya, dan berpaling dari selainNya maka akan istiqamah pula seluruh anggota tubuhnya diatas ketaatan kepadaNya. Karena sesungguhnya hati adalah raja bagi anggota tubuh, dan anggota tubuh adalah bala tentaranya, apabila seorang raja istiqamah, maka akan istiqamah pula bala tentara dan rakyatnya.2

Dalam Ash-Shahihain3 dari sahabat An-Nu’man bin Basyir -semoga Allah meridhoi kepada keduanya- berkata, saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati.”

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam mukadimah kitabnya “Ighaatsatul Lahfaan Min Mashaaidusy syaithan”,4

وَلَمَّا كَانَ الْقَلْبُ لِهَذِهِ الْأَعْضَاءِ كَالْمَلِكِ الْمُتَصَرِّفِ فِي الْجُنُوْدِ الَّذِي تَصْدُرُ كُلُّهَا عَنْ أَمْرِهِ، وَيَسْتَعْمِلُهَا فِيْمَا شَاءَ، فَكُلُّهَا تَحْتَ عُبُوْدِيَّتِهِ وَقَهْرِهِ، وَتَكْتَسِبُ مِنْهُ الْإِسْتِقَامَةَ وَالزَّيْغَ، وَتَتْبَعُهُ فِيْمَا يَعْقِدُهُ مِنَ الْعَزَمِ أَوْ يَحِلُّهُ.

“Manakala hati itu kedudukannya terhadap anggota tubuh seperti raja yang bisa mengatur bala tentaranya, dimana semuanya berasal dari keputusannya dan dia menggunakan wewenangnya sekehendaknya, maka semuanya berada dibawah ketundukan dan kekuasaannya. Dari wewenangnya ini ia mendapatkan keistiqamahan atau penyimpangan, dan ia diikuti atas segala keputusan yang diambil atau dibatalkannya.”

Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati”. (HR Al-Bukhori No. 52, dan Muslim No. 1599)

Hati itu adalah rajanya dan tubuh melaksanakan semua yang diperintahkan oleh sang raja, dengan mengharapkan hadiah dari sang raja, tidaklah akan istiqamah sedikitpun amalan tubuh ini kecuali apabila berasal dari maksud dan niat hati, dan hatilah sebagai penanggung jawab atas seluruh anggota tubuh.

Oleh karena itu Allah berfirman:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)

“(yaitu) Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 88-89)

Dan diantara doa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيْمًا

“Ya Allah sesungguhnya Aku meminta kepada Engkau hati yang selamat.”5

Bersambung in syaa Allah…

Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ainun Wahidin, Lc. dari kitab:
‘Asyru Qawaa’id Fil Istiqaamah, Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr


Footnote

[1] Dalam Almusnad No. 13048, dan telah dihasankan oleh al-Albani dalam Ash-Shahihah N0. 2841

[2] Jami’ul ‘Ulum Walhikam, halaman 386

[3] Al-Bukhori No. 52, dan Muslim No. 1599

[4] Jilid ke 1 halaman 5 

[5] Dikeluarkan oleh Imam Ahmad Hadits No. 17114 dan An-Nasaai hadits No. 1304, lihat pula dalam kitab Ash-Shahihah hadits No. 2328.