KAIDAH KEEMPAT: ISTIQAMAH YANG DITUNTUT DARI SEORANG HAMBA ADALAH AS-SADAD (BERSIKAP LURUS) JIKA IA TIDAK MAMPU MAKA IA MUQOROBAH (BERUSAHA MENDEKATIN
KAIDAH KEEMPAT: ISTIQAMAH YANG DITUNTUT DARI SEORANG HAMBA ADALAH AS-SADAD (BERSIKAP LURUS) JIKA IA TIDAK MAMPU MAKA IA MUQOROBAH (BERUSAHA MENDEKATINYA)
Oleh: Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan dua perkara ini dalam sabdanya:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan bergembiralah (dengan pahala atas amalan yang terus-menerus).”1
Hal yang diminta dari Istiqamah adalah Assadad, Assadad yaitu amal ibadah yang sesuai dengan sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu ketika beliau meminta kepada Nabi untuk diajarkan sebuah doa yang bisa beliau panjatkan.
قُلْ اللَّهُمَّ اهْدِنِي وَسَدِّدْنِي وَاذْكُرْ بِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ وَالسَّدَادِ سَدَادَ السَّهْمِ
“Hai Ali, ucapkanlah doa. ALOOHUMMAH DINII WASADDIDNII WADZKUR BILHUDAA HIDAAYATAKATH THORIIQO WASSADAADI SADAADAS SAHMI.”
“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepadaku. Berilah aku jalan yang lurus. Jadikan petunjuk-Mu sebagai jalanku dan kelurusan hidupku selurus anak panah.”2
Maka dari itu seorang hamba dituntut untuk bersungguh-sungguh agar senantiasa assadad (berlaku lurus), sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, manhaj dan jalan beliau.
Hendaknya pula seorang hamba bersungguh-sungguh dalam melakukan semua perkara ini. Apabila belum sanggup, maka muqorabah mendekati sunnah tersebut. Allah berfirman:
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ …
“… maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat [41]: 6)
Penyebutan istighfar setelah perintah istiqamah itu merupakan isyarat bahwa seorang hamba walau bagaimanapun pasti memiliki kekurangan meski dia telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk bisa istiqamah, oleh karena itu al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
“Pada firman Allah ‘Azza wajalla,”
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ …
“…maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya”. (QS. Fushilat [41]: 6)
“Menunjukkan bahwa pasti akan ada kekurangan didalam istiqamah yang diperintahkan pada ayat tersebut. Kemudian diharuskan baginya untuk beristighfar yang merupakan konsekuensi dari taubat, lalu kembali lagi istiqamah.”
Hal ini sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada mu’adz radhiyallahu ‘anhu:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya.”
Dan sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitahukan bahwa sejatinya manusia itu tidak akan mampu beristiqamah dengan sebenar-benarnya istiqamah. Sebagaimana dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah rahimahumallah dari hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمْ الصَّلَاةُ وَلَنْ يُحَافِظَ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Beristiqamahlah dan kalian tidak akan mampu menghitungnya. Ketahuilah bahwa amalan-amalan kalian yang terbaik adalah shalat dan tidak akan ada yang mampu memelihara wudhu kecuali orang mukmin.”3
Adapun dalam riwayat Imam Ahmad rahimahullah:
سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَلَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Tujulah jalan yang benar, mendekatlah dan tidak akan ada yang mampu memelihara wudhu kecuali orang mukmin.”4
Adapun dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
سَدِّدُوا وَقَارِبُوا
“Tujulah jalan yang benar dan mendekatlah.”5
Assadad (berlaku lurus) adalah hakikat istiqamah, yaitu benar dalam seluruh perkataan, perbuatan dan maksud (tujuan), layaknya seperti orang yang melempar sesuatu dan mengenai kepada targetnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, untuk senantiasa meminta kepada Allah ‘Azza wajalla Assadad dan Alhuda.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada beliau:
وَاذْكُرْ بِالسَّدَادِ تَسْدِيدَكَ السَّهْمَ وَبِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ
“Jadikanlah petunjuk-Mu sebagai petunjuk jalan bagiku dan kelurusan bagiku sebagaimana lurusnya anak panah.”6
Atau muqorobah (mendekat) dengan cara mencocoki kebenaran yang dekat dengan targetnya apabila ia belum mampu mengenai target itu sendiri. Asalkan dengan syarat bahwa ia bertekad tujuannya adalah meraih Assadad atau mengenai targetnya, dan muqorobahnya tidak ia niatkan dari awal. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits al-Hakam bin Hazn al-Kulafi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّكُمْ لَنْ تَعْمَلُوْا – أَوْ لَنْ تُطِيْقُوْا – كُلَّ مَا أَمَرْتُكُمْ ، وَلَكِنْ سَدِّدُوْا وَأَبْشِرُوْا
“Wahai manusia sesungguhnya kalian tidak akan mampu mengamalkan semua yang aku perintahkan kepada kalian, namun berlaku luruslah dan bergembiralah (dengan pahala atas amalan yang terus-menerus).”7
Maknanya adalah:
Tujulah dalam beramal assadad (berlaku lurus) dan senantiasa memperhatikan kebenaran juga keistiqamahan. karena sesungguhnya sekiranya mereka berusaha untuk assadad (berlaku lurus) dalam setiap amal, maka niscaya mereka seakan-akan telah melakukan semua hal yang diperintahkan kepada mereka.8
Bersambung in syaa Allah…
Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ainun Wahidin, Lc. dari kitab:
‘Asyru Qawaa’id Fil Istiqaamah, Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr
Footnote:
[1] Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhori, jilid ke 39 hadits No 6463 dari hadits Sahabat Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu.
[2] Dikeluarkan oleh Imam Muslim, hadits No 2725.
[3] Musnad al-Imam Ahmad, hadits No 22378, dan Sunan Ibnu Majah, hadits No 277, dan dishahihkan oleh Imam al-Albani dalam kitab Irwaul Ghalil hadits No 412
[4] Musnad al-Imam Ahmad, hadits No 22432
[5] Diriwayatkan oleh al-Bukhori, hadits No. 6463, dan Muslim hadits No 2816
[6] Diriwayatkan oleh Muslim. Hadits No 2725
[7] Diriwayatkan oleh Abu Dawud hadits No 1096, dan Imam Ahmad pada hadits No 17856 dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Irwaul Ghalil hadits No 616
[8] Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam (1/510-511)