Kaidah Kelima: Istiqamah Berhubungan Erat Dengan Ucapan, Perbuatan Dan Niat

KAIDAH KELIMA: ISTIQAMAH BERHUBUNGAN ERAT DENGAN UCAPAN, PERBUATAN DAN NIAT

Oleh: Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr

Keistiqamahan yang dituntut dari seorang hamba adalah keistiqamahan dalam ucapan, perbuatan dan niat. Artinya bahwa segala ucapan hamba, tubuh dan hatinya semuanya harus berjalan diatas keistiqamahan.

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Madarijus salikin:

وَالْإِسْتِقَامَةُ تَتَعَلَّقُ بِالْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ وَالْأَحْوَالِ وَالنِّيَّاتِ

“Keistiqamahan itu memiliki hubungan yang sangat erat dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan niat.”1

Juga dalam Almusnad Imam Ahmad dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ

“Iman seorang hamba tidak akan lurus sehingga lurus hatinya dan hati tidak akan lurus sehingga lurus pula lisannya.”2

Ibnu Rajab rahimahulah berkata:

“Anggota tubuh terpenting yang harus dijaga keistiqamahannya setelah hati adalah lisan. Karena sesunguhnya lisan itu adalah penerjemah isi hati dan pengungkap apa saja yang ada didalamnya.”

Yang perlu diperhatikan disini adalah betapa pentingnya hati dan lisan bagi seorang hamba didalam keistiqamahannya atau pelanggarannya.

Yang senada dengan makna perkataan ini adalah perkataan sebagian ulama:

اَلْمَرْأُ بِأَصْغَرَيْهِ قَلْبِهِ وَلِسَانِهِ

“Keadaan seseorang itu terlihat pada dua bagian kecil tubuhnya, yaitu hati dan lisannya.”

Hati dan lisan keduanya merupakan bagian tubuh yang sangat kecil, akan tetapi uniknya semua anggota tubuh semuanya tunduk patuh kepada keduanya, maka apabila keadaan hati istiqamah maka akan ikut pulalah lisan dan anggota badan yang lainnya dalam keistiqamahan.

Dalil yang pertama yaitu masalah hati, sebuah hadits dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu yang telah lalu,

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati.”

Dalil yang kedua yaitu masalah lisan, yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi3 dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallah ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

“Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan menutupi (kesalahan) lisan lalu berkata: Takutlah kepada Allah tentang kami, kami bergantung padamu, bila kau lurus kami lurus dan bila kamu bengkok kami bengkok.”

Apabila hati istiqamah maka akan istiqamah pulalah semua anggota badan, dan begitu pula dengan lisan ketika istiqamah maka akan istiqamah pula lah semua anggota badan. Sedangkan kedudukan lisan didalam tubuh adalah sebagai penerjemah hati dan khalifah bagi fisik secara dzahir.

Apabila hati mengembankan perintah kepada lisan, maka lisan akan mengerjakannya karena lisan itu akan mengikuti hati, sedangkan anggota badan mengikuti keduanya yaitu hati dan lisan.

Oleh karena itu wajib atas setiap muslim untuk memperhatikan kondisi kebaikan hatinya, dan hendaknya berdoa meminta kepada Allah tabaroka wata’ala agar senantiasa memperbaiki kondisi hatinya, dan meminta kepada-Nya agar dijauhkan dari penyakit-penyakit hati. Lalu hendaknya dia beramal untuk kebaikan lisannya dengan cara mengucapkan perkataan-perkataan yang baik dan memperbaiki anggota tubuhnya dengan melakukan amal shalih.

Bersambung in syaa Allah…

Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ainun Wahidin, Lc. dari kitab:
‘Asyru Qawaa’id Fil Istiqaamah, Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr


Footnote

[1] (1) (2/105)

[2] Dalam Almusnad No. 13048, dan telah dihasankan oleh al-Albani dalam Ash-Shahihah N0. 2841

[3] No. 2407, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam shahih At-Targib No. 2871