Kemusyrikan Manusia Zaman Sekarang Lebih Parah daripada Kemusyrikan Orang-Orang Terdahulu

KEMUSYRIKAN MANUSIA ZAMAN SEKARANG LEBIH PARAH DARIPADA KEMUSYRIKAN ORANG-ORANG TERDAHULU

Oleh: Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan

4. Kaidah Keempat

Orang-orang zaman sekarang kemusyrikan mereka lebih parah dari orang-orang dahulu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada mereka.

Alasannya jelas sekali, sebagaiamana yang Allah kabarkan: sesungguhnya orang-orang musyrik dahulu, beribadah secara Ikhlash kepada Allah ketika menghadapi keadaan yang sulit, mereka tidak berdoa kepada selain Allah, karena mereka sadar bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan dari kesulitan kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana Allah berfirman:

وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ ۖ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).” (QS. Al-Isra [17]: 67)


وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ ۚ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ


“Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih.” (QS. Luqman [31]: 32)


Dalam ayat yang lain Allah berfirman:


فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ


“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah),” (QS. Al-Ankabut [29]: 65)


Kaum musyrikin zaman dahulu menyekutukan Allah saat dalam keadaan lapang, mereka berdoa kepada patung, batu dan pohon. Namun saat dalam keadaan sulit yang bisa membuat mereka binasa, maka mereka tidak lagi berdoa kepada patung, batu, pohon dan makhluk-makhluk lainnya.


Adapun kaum musyrikin di zaman kita, maka syirik mereka itu terus-menerus, baik dalam keadaan mudah, maupun dalam keadaan sulit. Mereka tidak memurnikan ibadah dalam keadaan apapun, justru semakin sulit suatu urusan, maka kesyirikan mereka pun semakin parah. Mereka berdoa kepada Al-hasan, Al-Husain, Abdul Qadir, Ar-Rifa’i dan yang lainnya. Jika mereka berada dalam kesulitan, maka mereka memanggil nama-nama orang saleh dan para wali.


Mereka istighatsah kepada selain Allah, karena para da’i sesat mereka berkata: kami akan menyelamatkan kalian dari laut, jika kalian tertimpa sesuatu, sebutlah nama kami, maka kami akan menyelamatkan kalian. Sebagaimana yang diriwayatkan dari syaikh-syaikh tarekat sufi, silahkan baca dalam kitab: Thabaqaat Asy-Sya’raniy. Di dalamnya disebutkan tetang karamah-karamah para wali yang membuat merinding. Bahwa para wali itu bisa menyelamatkan orang di lautan, ia menjulurkan tangannya ke laut, mengambil kapal dari laut dan memindahkannya ke daratan, sedangkan lengan bajunya tidak basah. Dan khurafat-khurafat lainnya.


Dalam kitab Kasyfusy Syubuhat, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga menyebutkan bahwa alasan lain mengapa kesyirikan orang zaman sekarang lebih parah adalah: orang terdahulu menyembah orang-orang saleh, dari kalangan malaikat, Nabi dan para wali. Adapun orang saat ini, bahkan mereka menyembah manusia paling buruk, mereka sendiri mengakuinya bahwa Al-Aqthaab, Agwaats, mereka tidak shalat, tidak shaum, tidak meninggalkan zina, tidak meninggalkan homoseksual dan perbuatan-perbuatan keji. Karena mereka meyakini bahwa mereka tidak dikenai takliif (tugas, beban syari’at), maka tidak ada perkara haram dan halal bagi mereka. Karena yang demikian hanya berlaku bagi orang awam saja. Para penyembah itu tahu bahwa tuan-tuan mereka yang diibadahi itu, seperti Al-Hallaj, Ibnu ‘Arabi, Ar-Rifa’I, Al-Badawi dan yang lainnya tidak shalat dan tidak shaum.


Demikian, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluaraganya dan kepada para sahabat semuanya.

Selesai Alhamdulillah…..

Ditulis oleh: Ustadz Hafizh Abdul Rohman, Lc. (Abu Ayman)
Referensi:

  • Al-Qawa’idul Arba’, Syaikh Muhammad bin Abdul wahhab,
  • Syarh Al-Qawa’idul Arba’, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan