JALAN KESELAMATAN ADALAH ITTIBAA’ DAN MENINGGALKAN BID’AH #2

Oleh: Syaikh DR. Abdussalam bin Salim as-Suhaim

Dari sunnah pun terdapat banyak hadits (yang memerintahkan ittiba’ dan memperingatkan dari bid’ah), di antaranya:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِي تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ.

“Wajib bagi kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para Khulafaa Ar-Raasyidun –orang-orang yang mendapat petunjuk- sepeninggalku. Pegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian, jangan sekali-kali mengada-adakan perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, ini adalah hadits shahih)


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي: كِتَابَ الله وَسُنَّتِيْ

“Saya telah meninggalkan sesuatu bagi kalian, selama kalian berpegang teguh dengannya, maka tidak akan pernah tersesat sepeninggalku, yaitu: Kitabullah dan Sunnahku”. (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa, Abu Dawud, Ibnu Majah, ini adalah hadits shahih)

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Allah sungguh telah memerintahkan umat agar bersatu dan menyatukan pandangan, dengan menjadikan asas persatuan itu adalah berpedoman pada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.

Allah melarang perpecahan dan menjelaskan kepada umat bahaya perpecahan itu, juga menjelaskan cara untuk mewujudkan persatuan. Kita diperintahkan agar berhukum dengan kitab Allah dalam ushul (pokok, akidah) dan furu’ (cabang), dan melarang kita dari segala sesuatu yang dapat menyebabkan terjadinya perpecahan. (lihat Ushuul Iimaan Fii Dhauil Kitaabi Was Sunnah (hal. 293)).

Allah ta’ala berfirman:

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. (Ali ‘Imran [3]: 103)

Tali Allah (حَبۡلِ ٱللَّهِ) adalah perjanjian Allah (عَهْدُ اللهِ), dia adalah Al-Quran sebagaimana yang dikatakan para ahli tafsir, Allah benar-benar telah memerintahkan untuk berjama’ah dan melarang perpecahan dan perselisihan,

Allah ta’ala berfirman:

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”. (Al-Hasyr [59]: 7)


Perintah ini mencakup pokok agama dan cabangnya, baik yang lahir maupun yang batin, sesungguhnya semua yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wajib untuk diambil dan diikuti oleh para hamba, karena ketetapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atas suatu hukum sama dengan ketetapan Allah, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk meninggalkan apa yang dibawa oleh beliau, dan tidak boleh mendahulukan pendapat seseorang daripada ucapan Allah. (lihat kitab Ushuul Al-Iimaan, halaman: 294, 295)

Allah ta’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوۡاْ عَنۡهُ وَأَنتُمۡ تَسۡمَعُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)” (Al-Anfal [8]: 20)

Allah memerintahkan kepada kita agar kembali kepada kitab-Nya dan kepada sunnah Rasul-Nya saat terjadi perselisihan pendapat,

Allah ta’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٌ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (An-Nisa [4]: 59)

Ibnu Katsir berkata:

“Taatilah Allah (أَطِيعُواْ ٱللَّهَ): ikutilah kitab-Nya, dan taatilah rasul (وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ): ambillah sunnah rasul-Nya, yakni ikutilah sunnahnya, dan taatilah ulil amri di antara kamu (وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُم): apa yang mereka perintahkan dari ketaatan kepada Allah bukan berupa maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Sang Pencipta”.

فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, yakni kepada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”,

ini adalah perintah dari Allah, bahwa setiap kali manusia berlainan pendapat tetang sesuatu, baik tetang pokok agama maupun cabangnya, maka yang diperselisihkan itu wajib dikembalikan kepada kitab dan sunnah. (lihat kitab Ushuul Al-Iimaan, halaman: 294).

Sebagaimana Allah juga berfirman:

وَمَا ٱخۡتَلَفۡتُمۡ فِيهِ مِن شَيۡءٖ فَحُكۡمُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۚ

“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku”. (Asy-Syura [26]: 10)

Apa yang diputuskan oleh kitab dan sunnah, dipersaksikan kebenarannya oleh keduanya, maka itulah hak, ada pun selain itu, dia adalah kesesatan.

Oleh sebab itu, Allah berfirman:

إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ

“Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”,

yakni serahkanlah putusan dari perselisihan dan kebodohan kepada kitab dan sunnah, barang siapa yang tidak kembali kepada keduanya saat berselisih, maka dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhirat.

Kemudian Allah pun mencela perpecahan, melarang semua jalan dan sebab yang menimbulkan perpecahan, karena perpecahan adalah sebab paling utama hilangnya pertolongan di dunia dan sebab azab di akhirat.

Allah ta’ala berfirman:

ٌوَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَٱخۡتَلَفُواْ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيم

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (Ali ‘Imran [3]: 105)

يَوۡمَ تَبۡيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسۡوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسۡوَدَّتۡ وُجُوهُهُمۡ أَكَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ 

“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”. (Ali ‘Imran [3]: 106)

Ibnu ‘Abbas berkata:

تَبْيَضُّ وُجُوْهُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهُ أَهْلِ الْبِدْعَةِ وَالْفُرْقَةِ

“Muka Ahlussunnah wal jama’ah putih berseri dan muka orang-orang yang berpecah belah (Ahlul Furqah) hitam muram”. (Syarh Ushuulis Sunnah, Al-Lalaka-I (1/72)).

Dan Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ ۚ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”. (Al-An’am [6]: 159)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً اثْنَتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ

“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari ahli kitab telah terpecah belah menjadi 72 kelompok, dan sesungguhnya umat islam ini akan terpecah belah menjadi 73 kelompok, 72 kelompok masuk ke dalam neraka dan satu kelompok masuk ke dalam surga, kelompok yang masuk surga itu adalah Al-Jama’ah”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan yang lainnya)

Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan tentang perpecahan umatnya menjadi 73 kelompok, 72 kelompok masuk ke dalam neraka, sedangkan satu kelompok masuk ke dalam surga, yang masuk ke dalam surga itu adalah mereka yang dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ

“Mereka yang mengikuti aku dan mengikuti para sahabatku”

Sesungguhnya di antara sebab kebinasaan umat-umat terdahulu adalah perpecahan dan banyaknya perselisihan, terutama perselisihan mereka dalam kitab yang diturunkan kepada mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam benar-benar telah memperingatkan kita dari perpecahan itu, beliau bersabda:

ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِـهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوْهُ وَإِذِا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.

“Tinggalkanlah oleh kalian apa yang telah aku larang, karena sesungguhnya tidaklah umat-umat sebelum kalian binasa kecuali karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka, apabila aku melarang kalian dari sesuatu, maka tinggalkanlah larangan itu, dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Jalan keluar dari perpecahan dan perselisihan adalah dengan mengikuti (ittiba’) jalan Al-Firqah An-Najiyah (kelompok yang selamat dari api neraka), kelompok yang ditolong, kelompok yang dinamakan Al-Jama’ah,

mereka adalah orang-orang yang mengikuti manhaj (jalan: cara beragama) Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, mereka tidak menyimpang dan tidak menyeleweng dari manhaj itu,

jalan keluar dari perpecahan itu adalah mengikuti Salaf Shalih dalam ucapan, perbuatan dan akidah, tidak menyelisihi dan menyeleweng dari mereka. (lihat: kitab Ushuulul Iimaan Fii Dhau-i Al-Kitaabi Was Sunnah, halaman (301) dan setelahnya, dengan sedikit perubahan)

Allah ta’ala berfirman:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيلِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (An-Nisa [4]: 115)

Mengikuti jalan orang-orang mukmin -mereka adalah para sahabat dan Imam-imam yang meneladani para sahabat dengan baik- adalah jalan keselamatan. (kitab Ushuulul Iimaan, halaman (293) dan halaman setelahnya).

Bersambung in syaa Allah…

Diterjemahkan oleh Ustadz Hafizh Abdul Rohman, Lc. (Abu Ayman) dari kitab:
Kun Salafiyyan ‘Alal Jaaddah, ‘Abdussalaam bin Saalim bin Rajaa As-Suhaimi, Ad-Daarul Atsariyyah, 2012 M